Editorial | |

Editorial


Udang di balik Indomie dan Barometer Ingusan


Oleh : Erik Sjamsumar

Peristiwa penarikan Indomie dari peredaran di Taiwan dan Hongkong serta di negeri kita Indonesia perlu dikaji lebih dalam lagi. Karena kita perlu menoleh kembali pada peristiwa recallnya kendaraan Hybridnya Toyota yang bernama Prius di awal tahun lalu di Amerika. Kita tidak perlu melihat pada besar kecilnya sebuah produk, meskipun sebungkus Indomie pun perlakuan yang dialami bisa jadi sama dengan perlakuan yang dialami oleh mobil Hybrid Prius Jepang yang berteknologi tinggi tersebut tahun lalu 


Pada pertengahan tahun 2008 lalu banyak masyarakat dunia yang hanyut terpengaruh dengan gencarnya berita kegagalan Toyota dalam membuat mobil andalannya Prius yang sebelumnya pada kurun waktu 6 bulan telah terjual sebanyak lebih dari 1000.000 unit diseluruh penjuru dunia. Peristiwa ini telah membuat kepercayaan dunia merosot turun terhadap dunia otomotif Jepang pada khususnya serta dunia manufaktur Jepang pada umumnya.

Namun dari peristiwa ini saya mengamati ternyata meskipun mobil Prius tersebut banyak yang ditarik kembali dari tangan pembelinya di Amerika Serikat, tetapi tidak ada sama sekali pengaruh yang ditimbulkan pada kenaikan penjualan mobil Prius tersebut di dalam negeri Jepang. Masyarakat Jepang ternyata memiliki kepercayaan tinggi terhadap dunia industrinya yang telah memberikan kontribusi besar bagi kemajuan negaranya. Ini adalah suatu sikap yang perlu dimiliki oleh bangsa kita Indonesia dalam menilai dan menghakimi dunia industri dalam negeri.


Setelah beberapa bulan Agen penjualan Toyota Prius mendatangkan para ahlinya dari Jepang untuk menelitinya dan ternyata belum ditemukan bukti-bukti adanya kegagalan yang disebabkan oleh ketidak-mapanan teknologi Hybrid yang dimodifikasikan pada mobil Toyota tersebut. Faktor-faktor kecelakaan yang ditimbulkan lebih berbau intrik perang dagang. Meskipun begitu pihak Toyota harus menelan kepahitan dan terpaksa harus kalah dalam menghadapi campur tangan politisi negara adidaya yang mendalangi peristiwa tersebut.


Sehubungan dengan masalah mobil Toyota Prius tersebut kita perlu mengkaji lebih dalam tentang kasus yang dihadapi oleh produk Indomie kita tersebut.

Kita perlu mengkaji kembali apakah ada unsur-unsur intrik perang dagang pada kasus Indomie ini.


Selama 24 tahun mengamati perkembangan produk-produk ekspor Indonesia yang masuk ke Jepang dan beberapa negara Asia Timur lainnya seperti Taiwan, Korea dan Hongkong. Dari sekian banyak produk-produk mata dagangan Indonesia di luar natural resources yang masuk hanya ada sedikit sekali mata dagangan Indonesia yang mampu masuk ke pasar di negara-negara Asia Timur. Diantaranya seperti sepatu olahraga Reebok dan Nike buatan Indonesia serta beberapa produk pakaian jadi lainnya yang berhasil masuk dalam kancah persaingan pasar pun ternyata dari segi kualitas dan model masih belum bisa mengatasi produk sejenis buatan China, Vietnam, Thailand, Malaysia dan negeri seribu candi Myanmar. Begitu juga pada komoditi makanan seperti udang Black Tiger yang terus terkalahkan dengan produk-produk dari India, Malaysia serta China.

Untuk produk makanan beberapa produk buatan Indo Food tahun demi tahun mulai dikenal dan diminati oleh orang-orang lokal di negara-negara Asia Timur.


Diasumsikan oleh para pengamat distrubusi makanan di Jepang bahwa kenaikan tahun ke tahun volume impor produk Indofood ke negara-negara Asia Timur seiring dengan meningkatnya jumlah tenaga kerja Indonesia di negara-negara tersebut. Dengan beredarnya produk Indofood ini secara umum di pasar sedikit banyak telah memberikan peluang dan kemampuan serta daya saing yang tinggi bagi produk-produk Indofood dalam merebut pasar dan bersaing dengan produk-produk sejenis dari Malaysia serta Thailand dan Taiwan.


Kalau memang produk Indomie yang telah diluluskan di Taiwan, Korea, Jepang dan Hongkong serta negara-negara lainnya tersebut sejak semula mengandung bahan pengawet benzoic acid atau hydroxy methyl benzoate, mengapa negara-negara tersebut tidak dari sejak semula mengeluarkan larangan impor atas produk tersebut. Mengapa larangan ini baru dikeluarkan sesudah Indomie di pasar lebih dari 15 tahun beredar di negara-negara tersebut.


Keputusan Taiwan melarang Indomie masuk ke Taiwan juga berarti suatu pukulan berat bagi Jepang, Korea, Hongkong dan negara-negara lainnya yang longgar dalam melakukan pengujian bahan makanan impor.

Kita sebagai bangsa Indonesia yang dewasa sudah semestinya berpikir dalam skop yang luas dan secermat mungkin dalam menelaah berbagai permasalahan yang manyangkut kepentingan umum atau kepentingan masyarakat di tanah air. Kita perlu mempertimbangkan secara berhati-hati dampak-dampak negatif yang ditimbulkan dari perbuatan kita yang cepat menghakimi orang lain maupun sekelompok tertentu (badan usaha) di negara kita. Dengan kemajuan teknologi internet sekarang ini masmedia perlu lebih berhati-hati dan seselektif mungkin dalam mencari acuan untuk pemuatan berita.


Masmedia seperti Suratkabar, Televisi, Radio, Majalah adalah barometer bagi masyarakat sebuah negara yang amat menentukan perjalan kemajuan bangsa. Penyelenggara mediamasa perlu duduk dalam posisi netral dan tidak mengarahkan masyarakat hingga terjebak ke dalam suatu keputusan yang menghakimi dunia usaha kita maupun Kepala Negara kita yang tengah mendapat gempuran perang bisnis dan politik di dunia global sekarang ini.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) serta BPOM perlu secepat-mungkin mengatasi masalah ini dan menindak secara tegas oknum dari pihak PT. Indofood maupun BPOM yang telah meluluskan produk tersebut bila terbukti itu benar adanya. Sikap seperti ini perlu ditunjukkan kepada masyarakat dunia untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat dunia yang terus pudar pada negara kita Indonesia.


Bisnis akreditasi produk halal telah lepas dari tangan kita, sekarang bisnis yang setahunnya memiliki transaksi 50 triliun dolar Amerika tersebut telah direnggut oleh negara tetangga yang hanya berpenduduk muslim tidak lebih dari 15 juta orang. Mengapa negara berpenduduk muslim terbesar di dunia tidak mampu merebut sektor bisnis akreditasi produk halal tersebut ?. Hal tersebut lepas dari tangan kita karena budaya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang terus mengganas di negara kita.

Apakah kita terus akan membiarkan penyakit KKN yang nampak jelas terus menyerang kita begitu saja?. Apakah kita akan terus membiarkan bangsa kita menghakimi pimpinan kita hanya karena isyu-isyu politik yang berseliweran di masmedia maupun internet. (Es/prasasti 14 Oktober 2010).